Brain Gym News
Perintis Brain Gym Indonesia
Oleh : Nonny Swediati & Asti B. Larasati
Di penghujung acara Munas Perhimpunan Brain Gym Indonesia bulan Oktober tahun 2020 yang dilakukan secara virtual, PBGI memberikan penghargaan kepada Ibu Elisabeth Demuth sebagai Pionir (Perintis) Brain Gym Indonesia.
Bagi penggiat Brain Gym di Indonesia, nama Bu Elis tentulah tidak asing karena perempuan mungil tapi penuh energi kelahiran Swiss ini sudah 40 tahun malang-melintang di Indonesia, dan hampir 30 tahun di antaranya melibatkan Brain Gym dan Edu-K. Di awal perjalanan hidupnya di Indonesia tahun 1980 sebagai perawat dan bidan relawan di Pengembangan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), fokus beliau adalah kesehatan masyarakat di daerah pelosok Sulawesi Utara yang sulit dijangkau.
Kasus-kasus yang harus ditangani saat itu seperti penyakit diare, malaria, TBC, banyak berkaitan dengan kebersihan serta kebiasaan hidup yang kurang sehat. Beliau juga banyak bersentuhan dengan kematian ibu dan bayi, gizi buruk, dan anak- anak yang tidak berkembang secara optimal karena kurangnya pengetahuan orang tua. Jadi selain ikut menunjang pasien sakit, beliau juga harus memberikan edukasi dan membangun kesadaran akan pentingnya gizi seimbang, kebersihan, dan pola hidup yang sehat.
Ketika kontraknya sebagai tenaga relawan selesai tahun 1990 dan beliau kembali ke Swiss, pikiran Bu Elis masih terpaku ke Indonesia, khususnya pada masyarakatnya yang sangat memerlukan penanganan kesehatan tetapi tidak memiliki fasilitas pelayanan dan tenaga medis yang memadai. Ini membuatnya tertantang untuk mencari solusi yang tidak memerlukan peralatan medis, yang dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat, dan yang memberikan hasil yang memadai. Dan itulah yang beliau temukan ketika mengambil pelatihan-pelatihan kinesiologi di The Kinesiology Institute of Zurich, Swiss.
Dengan bekal tersebut, Bu Elis kembali ke Indonesia tahun 1994 dan mulai menggunakan kinesiologi untuk menangani kasus-kasusnya. Beliau mulai dengan memberikan pelatihan kepada stafnya dan pihak-pihak yang dulu bekerjasama di PKMD seperti dokter, tenaga kesehatan, guru, relawan- relawati. Mereka kemudian menerapkan Brain Gym kepada pasien, klien, dan murid mereka. Karena ternyata dampaknya sangat positif, mulailah berdatangan permintaan untuk pelatihan Brain Gym dan Edu-K. Respons ini memberi semangat tinggi kepada Bu Elis karena sebenarnya beliau kembali ke Indonesia tanpa suatu kontrak kerja dan tanpa dukungan finansial dari manapun. Beliau mengakui bahwa tahun-tahun pertamanya dengan Brain GymR dan Edu-K bukanlah periode yang ringan. Tetapi tekad dan komitmen yang luar biasa membuatnya tetap fokus pada visi membangun manusia (Indonesia) yang lebih sehat, melalui pemberdayaan masyarakat, pendekatan kesehatan yang holistik, dan kemampuan memelihara kesehatan diri dan keluarga secara mandiri. Seandainya beliau adalah orang Indonesia, tentulah semangat seperti ini akan kita anggap wajar, karena itu adalah semangat untuk membangun negeri dan bangsa sendiri. Tetapi karena beliau adalah orang asing yang tidak mempunyai kepentingan apapun di Indonesia, maka hal ini menjadi langka, luar biasa.
Sejak 1994 sampai 2020 ini, Bu Elis tidak hanya berkiprah di Sulawesi Utara dan sekitarnya, tetapi juga berbagai kota besar di Indonesia untuk memberikan konsultasi maupun pelatihan Brain Gym serta Edu-K untuk berbagai kalangan tanpa membedakan agama, suku, kebangsaan, atau pekerjaan kliennya. la antara lain memberi pelatihan di Institut Agama Islam Sumatera Utara, Universitas Katolik Atmajaya, Federasi Wanita Budha, Kementerian Pendidikan, dan membekali atlet-atlet peserta Solna (Special Olympics Indonesia).
Ketika terjadi bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh, dan konflik antar agama di Ambon dan Sulawesi Tengah, Bu Elis diminta oleh Kementerian Pendidikan untuk membawa para instruktur dan praktisi Brain Gym ke daerah bencana untuk mengurangi tingkat stress yang dialami oleh para korban dan pengungsi.
Untuk mempercepat penyebaran pengetahuan kinesiologi umumnya dan Brain Gym dan Edu-K di Indonesia, Bu Elis menerjemahkan berbagai buku penting, dan juga menulis sendiri beberapa buku yang praktis dan mudah dimengerti orang awam. Untuk urusan buku-buku ini, beliau hingga siap merugi karena yakin bahwa dengan adanya buku-buku ini, maka siapa saja, kapan saja, bisa belajar dan (minimal) menolong diri sendiri.
Demikian sekilas perjalanan panjang pengabdian Bu Elis menyebarluaskan kinesiologi dan Brain Gym khususnya. Niat tulus, semangat mengajar, dan kegigihan Bu Elis demi kemajuan dan kesehatan masyarakat di Indonesia membuat kita, bangsa Indonesia, berhutang sepanjang masa pada beliau. Semoga kita bisa selalu mengambil teladan dan terus belajar dari beliau. Terima kasih Bu Elis. Tuhan… berkatilah Bu Elis selalu.